STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL GINJAL AKUT (GGA)
1.1 Definisi atau pengertian
Renal failure adalah ketidakmampuan
ginjal mengekskresikan metabolit pada kadar normal plasma dalam keadaan pembebanan
normal, atau ketidakmampuan mempertahankan elektrolit bila asupan normal, pada
bentuk akut, ditandai oleh uremia, dan biasanya oliguria, disertai hiperkalemia
dan edema pulmoner. (Kamus Kedokteran Dorlan, hal 417).
1.2 Patofisiologi
a. Etiologi
Secara
umum ada 3 faktor potensial yang dalam menyebabkan gagal ginjal yaitu gangguan/
kerusakan perfusi ginjal, obstruksi saluran urinary (urinary track), dan infeksi pathogen. Gangguan/ kerusakan perfusi
ginjal merupakan faktor utama yang berkaitan dengan sirkulasi renal. Dengan
menurunnya perfusi jaringan ginjal, maka jaringan ginjal akan mengalami
hipoksia dan inilah yang menurunkan kerja ginjal. Obstruksi saluran kemih akan
menimbulkan bendungan/ stagnansi aliran urine. Kondisi yang lama akan
mengakibatkan refluks urine pada
ginjal dan terjadilah hidronephrosis.
Hak ini akan mengakibatkan fungsi fisiologis normal ginjal utamanya filtrasi,
reabsorbsi dan ekskresi menurun/ rusak. Infeksi bakteri pathogen merupakan
faktor sekunder dari kejadian gagal ginjal. Selain inflamasi jaringan akibat
infeksi, zat toksin dari mikroba sendiri merusak mikrovaskuler dan jaringan
renal sehingga terjadilah kerusakan fungsi (Anymous, 2008, dalam Ns. Eko
Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
Secara
terpisah, penyebab terjadinya gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 klasifikasi,
yaitu:
1.
Pre renal
2.
Renal
3.
Post renal
b. Manifestasi klinis
Beberapa
tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien gagal ginjal akut (Anymous, 2008,
Judith, 2002, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
1.
Oliguria/ anuria
Kondisi
ini dipicu oleh karena hipofiltrasi pada ginjal, sehingga output urine akan
mengalami penurunan bahkan tidak ada sama sekali (anuria). Untuk kejadian
anuria jarang sekali terjadi.
2.
Azotemia
Hal
ini dikarenakan timbunan kadar ureum kreatinin yang sangat tinggi dalam darah
karena tidak bisa diekskresikan oleh ginjal.
3.
Ketidakseimbangan elektrolit, merupakan
dampak yang sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
4.
Asidosis metabolik, merupakan dampak yang
sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
5.
Manifestasi klinis pada GI track
Bisa
terjadi anoreksia, nausea, vomiting, diare/ konstipasi, stomatitis, perdarahan,
hematememesis, mukosa membran yang kering dan bau napas urea.
6.
Manifestasi klinis pada sistem sraf pusat
Bisa
terjadi pusing, ngantuk, iritabilitas meningkat, peripheral neuropathy, kejang, dan koma.
7.
Manifestasi klinis pada integumen
Kulit
kering, gatal, pucat,purpura dan bekuan ureum (jarang terjadi).
8.
Manifestasi klinis pada kardiovaskuler
Hipotensi,
hipertensi (kronis), aritmia, peningkatan cairan, gagal jantung, edema
sistemik, anemia dan perubahan mekanisme pembekuan darah.
9.
Manifestasi klinis pada sistem pernapasan
Edema pulmonal, pernapasan kussmauls.
10. Panas
Jika
ditemukan adanya panas, maka kemungkinan diindikasikan adanya infeksi.
Patofisiologi
Kondisi
gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre-renal, renal, dan
post renal. Ketiga faktor ini memiliki kaitan yang berbeda-beda. Pre-renal
berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal mengalami penurunan (hipoperfusi). Kondisi
ini dipicu oleh kondisi hipovolemi, hipotensi, vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi
ini ,maka GFR (Glomerular Filtration
Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan reabsorbsi tubular. Untuk faktor
renal berkaitan dengan adanya
kerusakan pada jaringan parenkim ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma
maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. Jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis
ginjal, jika rusak akan mempengaruhi berbagai fungsi ginjal. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya
obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan adanya
refluks urine flow pada ginjal.
Dengan demikian beban tahanan/ resistensi ginjal akan meningkat dan akhirnya
mengalami kegagalan (Judith, 2005, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014).
1.3 Cara Mendiagnosis
Pemeriksaan
klinis yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal akut adalah
(Anymous, 2008; Judith, 2002, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata,
2014).
1.
Kadar kimia darah
Meliputi
natrium, kalium, ureum, kreatinin dan bikarbonat. Biasanya natrium mengalami
penurunan (< 20 mmol/ l). Sedangkan urea akan mengalami peningkatan (> 8)
yang akan mempengaruhi sistem RAA (Renin Angio Aldosteron).
2.
Urinalisis
Pemeriksaan
analisa kimia pada urine untuk melihat fungsi ginjal.
3.
Ultrasonografi (USG)
Hasil
ini mendapatkan data pendukung tentang ukuran ginjal, adanya obstruksi pada tract urinary, hidronephrosis, dan
penyakit pada slauran kemih bagian bawah. USG juga diperntukkan adanya komplikasi
darigagal ginjal, misalnya adanya kardiomegali dan edema pulmonal.
4.
Darah lengkap
Adapun
hasilyang sfesifik dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada klien gagal ginjal
akut adalah:
a.
Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
b.
Peningkatan kadar serum kreatinin
c.
Peningkatan kadar kalium
d.
Penurunan pH darah
e.
Penurunan kadar bikarbonat
f.
Penurunan kadar hematokrit dan kadar
hemoglobin
Pada
gagal ginjal akut jarang terjadi anemia normokrom. Namun pada gagal ginjal
kronik sering terjadi. Biasanya sering didapatkan trombositopenia, fragmentasi
sel darah merah dan hemolitik uremic syndrome.
5.
ECG (Electrocardiography)
Biasanya
menunjukan adanya iskhemia jantung dengan gejala bradikardia dan pelebaran
kompleks QRS.
1.4 Standar Penanganan/ Pengobatan
Penatalakasanaan
pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara komprehensif baik dari disiplin
medis, nurse practitionist, nutritionist
dan lain sebagainya. Berikut ini adalah manajemen penatalaksanaan pada klien
gagal ginjal akut (Judith, 2002, dalam
Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014):
1.
Tata laksana umum
Secara
umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut adalah memberlakukan dan
mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan protein, natrium, kalium, dengan
pemberian suplemen vitamin tambahan. Dan yang paling penting adalah membatasi
asupan cairan. Untuk mengontrol kadar elektrolit yang tidak seimbang dalam
tubuh, maka diperlukan tindakan dialisis (hemodilysis/ peritoneal dialysis).
2.
Tata laksana medis
Pengguna
terapi medis pada gagal ginjal akut utamanya diperuntukkan untuk menjaga volume
cairan dalam tubuh sesuai dengan kompensasi ginjal dan menjaga kondisi asam
basa darah.
Terapi
medis yang digunakan adalah:
a.
Furosemid
Pemberian
20 sampai 100 mg per IV setiap 6 jam akan menjaga stabilitas volume cairan
dalam tubuh.
b.
Kalsium glukonat
Pemberian
10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (IV) akan membantu menjaga kadar kalium.
c.
Natrium polystyrene
15
gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100 ml dari 20 % sorbitol, 30
sampai 50 gr dalam ml 70% sorbitol dan 150 ml dalam air akan menjaga kadar
kalium.
d.
Natrium bikarbonat
Pemberian
ini akan mengatasi kondisi asidosis metabolik.
3.
Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN,
kreatinin dan kadar kalium) harus dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat
bermakna dalam mempertahankan hidup klien.
4.
Terapi edukatif
Sebagai perawat, hal yang paling penting
adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada klien untuk mengikuti petunjuk
diet yang telah ditentukan (tinggi kalori, rendah protein, natrium, kalium, dan
dengan pemberian suplemen vitamin tambahan).
BAB
II
STANDAR
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Dalam
pengkajian untuk menegakkan permasalahan keperawatan pada klien gagal ginjal,
maka ada beberapa pengkajian dasar yang harus dilakukan untuk menghasilkan data
fokus, baik yang bersifat subyektif maupun obyektif. Berikut ini adalah
beberapa anamnesa dan kajian fisik pada klien dengan gagal ginjal (Kahan, 2009,
dalam dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
1.
Kaji tanda-tanda vital untuk mengetahui
kondisi hipo/ hipertensi, hipertermi, takikardia atau distres napas yang
dikarenakan oleh penurunan cardiac output;
pada klien gagal ginjal dimana sirkulasi sistemik mengalami gangguan/
penurunan, maka akan berdampak pada blood
flow dalam sirkulasi yang juga akan menurun (cardiac output decrease). Namun perlu diperhatikan bahwa klien
yang dirawat di Rumah Sakit pada fase akut sering mengalami peningkatan
metabolik dan peningkatan kebutuhan cairan karena dampak dari kondisi sekunder
penyakitnya, misalnya adanya komplikasi sepsis dan post operasi.
2.
Analisa dan hitung haluaran urine secara
akurat;
Dianjurkan
untuk menghitung secara obyektif haluaran urine pada klien gagal ginjal dengan
membuat draft pada lembar kertas observasi urine output. Hal ini akan
bermanfaat untuk mengetahui fungsi ginjal dalam hal ekskresi dan seberapa besar
cairan yang tertahan dalam tubuh.
3.
Kaji masukan cairan (makanan, minuman, terapi
cairan via parenteral dan sumber input lainnya);
Haluaran
urine bisa dipengaruhi oleh besaran input cairan. Oleh karena itu, penghitungan
keseimbangan antara input dan output akan memberikan informasi yang akurat
dalam penentuan fungsi ginjal.
4.
Kaji riwayat gangguan dalam eliminasi urine;
Kaji
adanya hesistensi, urgensi, rasa tidak puas setelah berkemih, disuria, hematuria,
kesulitan untuk mengeluarkan urine, riwayat penyakit prostat (BPH).
5.
Kaji riwayat penyakit lainnya yang
mempengaruhi fungsi ginjal;
Hal
ini untuk mengeksplorasi apakah gangguan fungsi ginjal diakibatkan oleh faktor
pre renal, renal atau post renal. Beberapa penyakit yang bisa mengakibatkan
komplikasi gagal ginjal misalnya hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung
kongestif (Chronic Heart Failure),
dan SLE (Systemic Lupus Eritomatosus).
6.
Kaji riwayat pengguanaan obat-obatan;
Obat
yang bersifat efek samping nephrotoxic akan berdampak pada gangguan fungsi
ginjal jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan terlebih jika terkontrol oleh
medis, misalnya NSAID, ACE inhibitors, aminoglikosoida.
7.
Kaji riwayat pembedahan pada area pelvis;
Infeksi
ginjal bisa diakibatkan oleh adanya pembedahan pada area pelvis, sehingga akan
mempengaruhi fungsi ginjal.
8.
Jika terpasang kateter, maka kaji
karakteristik urine;
Kaji
warna, ada/ tidaknya darah, ada/ tidaknya sedimen, dan kepekatan, dan jumlah,
klien gagal ginjal mengalami oliguria bahkan sampai retensio urine. Jika
kondisi ini berlanjut lama (kronis), maka kemungkinan akan terjadi hydronephrosis.
9.
Cek fungsi ginjal melalui pemeriksaan
laboratorium;
Hal
ini untuk mengetahui bagaimana clearence ginjal untuk melakukan filtrasi
melalui analisis kreatinin, ureum dan nitrogen.
2.2 Diagnosis Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi
1.
Intoleran aktivitas (00092)
2.
Gangguan pertukaran gas (00030)
Diagnosa keperawatan 1
(Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9 hal 24-27)
|
Intoleran aktivitas
|
Definisi
|
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
|
Batasan karakteristik
|
Subyektif :
·
Ketidakmampuan atau
dispnea saat beraktivitas
·
Melaporkan keletihan
atau kelemahan secara verbal
Objektif
:
·
Frekuensi jantung
atau tekanan darah tidak normal sebagai respons terhadap aktivitas
·
Perubahan EKG yang
menunjukkan aritmia atau iskemia
|
Faktor yang berhubungan
|
·
Tirah baring dan imobilitas
·
Kelemahan umum
·
Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
·
Gaya hidup kurang
gerak
|
Diagnosa keperawatan 2
(Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9 hal 323-327)
|
Gangguan
pertukaran gas
|
Definisi
|
Kelebihan
atau kekurangan oksigenasi karbondioksida dimembran kapiler-alveolar
|
Batasan karakteristik
|
Suyektif:
·
Dispnea
·
Sakit kepala pada
saat bangun tidur
·
Gangguan penglihatan
Obyektif:
·
Gas darah arteri yang
tidak normal
·
pH arteri tidak
normal
·
ketidakmnormalan
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
·
warna kulit tidak
normal (misalnya pucat dan kehitaman)
·
konfusi
·
sianosis (hanya pada
neonatus)
·
karbon dioksida
menurun
·
diaforesis
·
hiperkapnia
·
hiperkardia
·
hipoksia
·
hipoksemia
·
iritabilitas
·
napas cuping hidung
·
gelisah
·
somnolen
·
takikardia
|
Faktor yang berhubungan
|
·
perubahan membran
kapiler-alveolar
·
ketidak seimbangan
perfusi ventilasi
|
2.3 PK (Potensial Komplikasi)
Ketidak seimbangan elektrolit, kelebihan
cairan, asidosis metabolik, perikarditis, disfungsi trombosit, infeksi
sekunder.
2.4 Perencanaan
Keperawatan
Perencanaan 1
|
|
Outcome
|
Rencan tindakan
|
·
Respons fidiologis
terhadap gerakan yang memakan energi dalam aktivitas sehari-hari;
·
Kapasitas untuk menyelesaikan
aktivitas;
·
Tindakan individu
dalam mengelola energi untuk memulai dan menyelesaikan aktivitas;
·
Pelaksanaan aktivitas
fisik yang penuh vitalitas;
·
Dorongan dan energi
individu untuk mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi, dan
keamanan personal;
·
Kemampuan untuk
melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu;
·
Kemampuan untuk
melakukan aktivitas yang dibutuhkan dalam melakukan fungsi dirumah atau
komunitas secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
Kriteria:
·
Menoleransi aktivitas
yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energi, kebugaran fisik, energi psikomotorik dan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
|
·
Memberi anjuran
tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual
yang spesifik untuk meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas
individu (atau kelompok).
·
Mengatur penggunaan energi
untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
·
Memfasilitasilatihan
otot resistif secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
otot.
|
Perencanaan
2
|
|
·
Pertukaran alveolar
dan pefusi jaringan yang disokong oleh ventilasi mekanis
·
Pertukaran CO2
atau O2 dialveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas darah
arteri
·
Perpindahan udara
masuk dan keluar paru-paru
·
Keadekuatan aliran
darah melewati vaskulatur paru yang utuh untuk perfusi unit alveoli-kapiler
·
Kondisi suhu, nadi,
pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal.
Kriteria:
·
Gangguan pertukaran
gas akan berkurang yang dibuktikan oleh tidak terganggunya respon alergik:
sietemik, keseimbangan elektrolit dan asam basa, respons ventilasi mekanis: orang dewasa, status pernapasan:
pertukaran gas, status pernapasa: ventilasi, perfusi jaringan paru, dan
tanda-tanda vital.
|
·
Meningkatkan
keseimbangan asam-basa dan mencegah komplikasi akibat keseimbangan asam-basa
·
Mencegah komplikasi
akibat kadar PCO2 serum yang lebih tinggi dari yang diharapkan
·
Memfasilitasi
kepatenan jalan napas
·
Meningkatkan
keadekuatan ventilasi dan perfusi jaringan untuk individu yang mengalami
reaksi alergi (antigen-antibodi) berat
·
Membatasi komplikasi
pada pasien yang mengalami, atau beresiko terhadap oklusi sirkulasi paru
·
Penggunaan alat
buatan untuk membantu pasien bernapas
·
Memberikan oksigen
dan memantau efektifitasnya
·
Meningkatkan pola
pernapasan spontan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida didalam paru.
|
REFERENSI
Ahern, J. M. (2012). Buku Saku
Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Dorland. (1998). Kamus Saku
Kedokteran Dorland. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:417
Pranata, N. P. (2014). Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.