Pages

Blogroll

About

Blogger news

About

Senin, 24 November 2014

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL GINJAL AKUT (GGA)


STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

1.1  Definisi atau pengertian
            Renal failure adalah ketidakmampuan ginjal mengekskresikan metabolit pada kadar normal plasma dalam keadaan pembebanan normal, atau ketidakmampuan mempertahankan elektrolit bila asupan normal, pada bentuk akut, ditandai oleh uremia, dan biasanya oliguria, disertai hiperkalemia dan edema pulmoner. (Kamus Kedokteran Dorlan, hal 417).
1.2  Patofisiologi
a.     Etiologi
            Secara umum ada 3 faktor potensial yang dalam menyebabkan gagal ginjal yaitu gangguan/ kerusakan perfusi ginjal, obstruksi saluran urinary (urinary track), dan infeksi pathogen. Gangguan/ kerusakan perfusi ginjal merupakan faktor utama yang berkaitan dengan sirkulasi renal. Dengan menurunnya perfusi jaringan ginjal, maka jaringan ginjal akan mengalami hipoksia dan inilah yang menurunkan kerja ginjal. Obstruksi saluran kemih akan menimbulkan bendungan/ stagnansi aliran urine. Kondisi yang lama akan mengakibatkan refluks urine pada ginjal dan terjadilah hidronephrosis. Hak ini akan mengakibatkan fungsi fisiologis normal ginjal utamanya filtrasi, reabsorbsi dan ekskresi menurun/ rusak. Infeksi bakteri pathogen merupakan faktor sekunder dari kejadian gagal ginjal. Selain inflamasi jaringan akibat infeksi, zat toksin dari mikroba sendiri merusak mikrovaskuler dan jaringan renal sehingga terjadilah kerusakan fungsi (Anymous, 2008, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
            Secara terpisah, penyebab terjadinya gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu:
1.     Pre renal
2.     Renal
3.     Post renal
b.    Manifestasi klinis
            Beberapa tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien gagal ginjal akut (Anymous, 2008, Judith, 2002, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
1.     Oliguria/ anuria
Kondisi ini dipicu oleh karena hipofiltrasi pada ginjal, sehingga output urine akan mengalami penurunan bahkan tidak ada sama sekali (anuria). Untuk kejadian anuria jarang sekali terjadi.
2.     Azotemia
Hal ini dikarenakan timbunan kadar ureum kreatinin yang sangat tinggi dalam darah karena tidak bisa diekskresikan oleh ginjal.
3.     Ketidakseimbangan elektrolit, merupakan dampak yang sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
4.     Asidosis metabolik, merupakan dampak yang sering mengikuti dari gagal ginjal akut.
5.     Manifestasi klinis pada GI track
Bisa terjadi anoreksia, nausea, vomiting, diare/ konstipasi, stomatitis, perdarahan, hematememesis, mukosa membran yang kering dan bau napas urea.
6.     Manifestasi klinis pada sistem sraf pusat
Bisa terjadi pusing, ngantuk, iritabilitas meningkat, peripheral neuropathy, kejang, dan koma.
7.     Manifestasi klinis pada integumen
Kulit kering, gatal, pucat,purpura dan bekuan ureum (jarang terjadi).
8.     Manifestasi klinis pada kardiovaskuler
Hipotensi, hipertensi (kronis), aritmia, peningkatan cairan, gagal jantung, edema sistemik, anemia dan perubahan mekanisme pembekuan darah.
9.     Manifestasi klinis pada sistem pernapasan
 Edema pulmonal, pernapasan kussmauls.
10.  Panas
Jika ditemukan adanya panas, maka kemungkinan diindikasikan adanya infeksi.

Patofisiologi
            Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre-renal, renal, dan post renal. Ketiga faktor ini memiliki kaitan yang berbeda-beda. Pre-renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal mengalami penurunan (hipoperfusi). Kondisi ini dipicu oleh kondisi hipovolemi, hipotensi, vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini ,maka GFR (Glomerular Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkim ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri.  Jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis ginjal, jika rusak akan mempengaruhi berbagai fungsi ginjal. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan adanya refluks urine flow pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan/ resistensi ginjal akan meningkat dan akhirnya mengalami kegagalan (Judith, 2005, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).

1.3  Cara Mendiagnosis
            Pemeriksaan klinis yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal akut adalah (Anymous, 2008; Judith, 2002, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
1.     Kadar kimia darah
Meliputi natrium, kalium, ureum, kreatinin dan bikarbonat. Biasanya natrium mengalami penurunan (< 20 mmol/ l). Sedangkan urea akan mengalami peningkatan (> 8) yang akan mempengaruhi sistem RAA (Renin Angio Aldosteron).
2.     Urinalisis
Pemeriksaan analisa kimia pada urine untuk melihat fungsi ginjal.
3.     Ultrasonografi (USG)
Hasil ini mendapatkan data pendukung tentang ukuran ginjal, adanya obstruksi pada tract urinary, hidronephrosis, dan penyakit pada slauran kemih bagian bawah. USG juga diperntukkan adanya komplikasi darigagal ginjal, misalnya adanya kardiomegali dan edema pulmonal.
4.     Darah lengkap
Adapun hasilyang sfesifik dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada klien gagal ginjal akut adalah:
a.     Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
b.    Peningkatan kadar serum kreatinin
c.     Peningkatan kadar kalium
d.    Penurunan pH darah
e.     Penurunan kadar bikarbonat
f.     Penurunan kadar hematokrit dan kadar hemoglobin
Pada gagal ginjal akut jarang terjadi anemia normokrom. Namun pada gagal ginjal kronik sering terjadi. Biasanya sering didapatkan trombositopenia, fragmentasi sel darah merah dan hemolitik uremic syndrome.
5.     ECG (Electrocardiography)
Biasanya menunjukan adanya iskhemia jantung dengan gejala bradikardia dan pelebaran kompleks QRS.

1.4  Standar Penanganan/ Pengobatan
            Penatalakasanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara komprehensif baik dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist dan lain sebagainya. Berikut ini adalah manajemen penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut  (Judith, 2002, dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014):
1.     Tata laksana umum
Secara umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut adalah memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan protein, natrium, kalium, dengan pemberian suplemen vitamin tambahan. Dan yang paling penting adalah membatasi asupan cairan. Untuk mengontrol kadar elektrolit yang tidak seimbang dalam tubuh, maka diperlukan tindakan dialisis (hemodilysis/ peritoneal dialysis).
2.     Tata laksana medis
Pengguna terapi medis pada gagal ginjal akut utamanya diperuntukkan untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai dengan kompensasi ginjal dan menjaga kondisi asam basa darah.
Terapi medis yang digunakan adalah:
a.     Furosemid
Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 jam akan menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh.
b.    Kalsium glukonat
Pemberian 10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (IV) akan membantu menjaga kadar kalium.
c.     Natrium polystyrene
15 gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100 ml dari 20 % sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam ml 70% sorbitol dan 150 ml dalam air akan menjaga kadar kalium.
d.    Natrium bikarbonat
Pemberian ini akan mengatasi kondisi asidosis metabolik.
3.     Observasi ketat
      Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dan kadar kalium) harus dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat bermakna dalam mempertahankan hidup klien.
4.     Terapi edukatif
      Sebagai perawat, hal yang paling penting adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada klien untuk mengikuti petunjuk diet yang telah ditentukan (tinggi kalori, rendah protein, natrium, kalium, dan dengan pemberian suplemen vitamin tambahan). 

BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1  Pengkajian
            Dalam pengkajian untuk menegakkan permasalahan keperawatan pada klien gagal ginjal, maka ada beberapa pengkajian dasar yang harus dilakukan untuk menghasilkan data fokus, baik yang bersifat subyektif maupun obyektif. Berikut ini adalah beberapa anamnesa dan kajian fisik pada klien dengan gagal ginjal (Kahan, 2009, dalam dalam Ns. Eko Prabowo dan Andi Eka Pranata, 2014).
1.     Kaji tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi hipo/ hipertensi, hipertermi, takikardia atau distres napas yang dikarenakan oleh penurunan cardiac output; pada klien gagal ginjal dimana sirkulasi sistemik mengalami gangguan/ penurunan, maka akan berdampak pada blood flow dalam sirkulasi yang juga akan menurun (cardiac output decrease). Namun perlu diperhatikan bahwa klien yang dirawat di Rumah Sakit pada fase akut sering mengalami peningkatan metabolik dan peningkatan kebutuhan cairan karena dampak dari kondisi sekunder penyakitnya, misalnya adanya komplikasi sepsis dan post operasi.
2.     Analisa dan hitung haluaran urine secara akurat;
Dianjurkan untuk menghitung secara obyektif haluaran urine pada klien gagal ginjal dengan membuat draft pada lembar kertas observasi urine output. Hal ini akan bermanfaat untuk mengetahui fungsi ginjal dalam hal ekskresi dan seberapa besar cairan yang tertahan dalam tubuh.
3.     Kaji masukan cairan (makanan, minuman, terapi cairan via parenteral dan sumber input lainnya);
Haluaran urine bisa dipengaruhi oleh besaran input cairan. Oleh karena itu, penghitungan keseimbangan antara input dan output akan memberikan informasi yang akurat dalam penentuan fungsi ginjal.
4.     Kaji riwayat gangguan dalam eliminasi urine;
Kaji adanya hesistensi, urgensi, rasa tidak puas setelah berkemih, disuria, hematuria, kesulitan untuk mengeluarkan urine, riwayat penyakit prostat (BPH).
5.     Kaji riwayat penyakit lainnya yang mempengaruhi fungsi ginjal;
Hal ini untuk mengeksplorasi apakah gangguan fungsi ginjal diakibatkan oleh faktor pre renal, renal atau post renal. Beberapa penyakit yang bisa mengakibatkan komplikasi gagal ginjal misalnya hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure), dan SLE (Systemic Lupus Eritomatosus).
6.     Kaji riwayat pengguanaan obat-obatan;
Obat yang bersifat efek samping nephrotoxic akan berdampak pada gangguan fungsi ginjal jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan terlebih jika terkontrol oleh medis, misalnya NSAID, ACE inhibitors, aminoglikosoida.
7.     Kaji riwayat pembedahan pada area pelvis;
Infeksi ginjal bisa diakibatkan oleh adanya pembedahan pada area pelvis, sehingga akan mempengaruhi fungsi ginjal.
8.     Jika terpasang kateter, maka kaji karakteristik urine;
Kaji warna, ada/ tidaknya darah, ada/ tidaknya sedimen, dan kepekatan, dan jumlah, klien gagal ginjal mengalami oliguria bahkan sampai retensio urine. Jika kondisi ini berlanjut lama (kronis), maka kemungkinan akan terjadi hydronephrosis.
9.     Cek fungsi ginjal melalui pemeriksaan laboratorium;
Hal ini untuk mengetahui bagaimana clearence ginjal untuk melakukan filtrasi melalui analisis kreatinin, ureum dan nitrogen.

2.2  Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaborasi

1.     Intoleran aktivitas (00092)
2.     Gangguan pertukaran gas (00030)



Diagnosa keperawatan 1
(Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9 hal 24-27)
Intoleran aktivitas
Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
Batasan karakteristik
Subyektif :
·         Ketidakmampuan atau dispnea saat beraktivitas
·         Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif :
·         Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons terhadap aktivitas
·         Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Faktor yang berhubungan
·         Tirah baring dan imobilitas
·         Kelemahan umum
·         Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
·         Gaya hidup kurang gerak
Diagnosa keperawatan 2
(Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9 hal 323-327)
Gangguan pertukaran gas
Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi karbondioksida dimembran kapiler-alveolar
Batasan karakteristik
Suyektif:
·         Dispnea
·         Sakit kepala pada saat bangun tidur
·         Gangguan penglihatan
Obyektif:
·         Gas darah arteri yang tidak normal
·         pH arteri tidak normal
·         ketidakmnormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
·         warna kulit tidak normal (misalnya pucat dan kehitaman)
·         konfusi
·         sianosis (hanya pada neonatus)
·         karbon dioksida menurun
·         diaforesis
·         hiperkapnia
·         hiperkardia
·         hipoksia
·         hipoksemia
·         iritabilitas
·         napas cuping hidung
·         gelisah
·         somnolen
·         takikardia
Faktor yang berhubungan
·         perubahan membran kapiler-alveolar
·         ketidak seimbangan perfusi ventilasi



2.3  PK (Potensial Komplikasi)
Ketidak seimbangan elektrolit, kelebihan cairan, asidosis metabolik, perikarditis, disfungsi trombosit, infeksi sekunder.

2.4 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan 1
Outcome
Rencan tindakan
·         Respons fidiologis terhadap gerakan yang memakan energi dalam aktivitas sehari-hari;
·         Kapasitas untuk menyelesaikan aktivitas;
·         Tindakan individu dalam mengelola energi untuk memulai dan menyelesaikan aktivitas;
·         Pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh vitalitas;
·         Dorongan dan energi individu untuk mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi, dan keamanan personal;
·         Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu;
·         Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dibutuhkan dalam melakukan fungsi dirumah atau komunitas secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
Kriteria:
·         Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi psikomotorik dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
·         Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual yang spesifik untuk meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok).
·         Mengatur penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
·         Memfasilitasilatihan otot resistif secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.

Perencanaan  2
·         Pertukaran alveolar dan pefusi jaringan yang disokong oleh ventilasi mekanis
·         Pertukaran CO2 atau O2 dialveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri
·         Perpindahan udara masuk dan keluar paru-paru
·         Keadekuatan aliran darah melewati vaskulatur paru yang utuh untuk perfusi unit alveoli-kapiler
·         Kondisi suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal.
Kriteria:
·         Gangguan pertukaran gas akan berkurang yang dibuktikan oleh tidak terganggunya respon alergik: sietemik, keseimbangan elektrolit dan asam basa, respons ventilasi  mekanis: orang dewasa, status pernapasan: pertukaran gas, status pernapasa: ventilasi, perfusi jaringan paru, dan tanda-tanda vital.
·         Meningkatkan keseimbangan asam-basa dan mencegah komplikasi akibat keseimbangan asam-basa
·         Mencegah komplikasi akibat kadar PCO2 serum yang lebih tinggi dari yang diharapkan
·         Memfasilitasi kepatenan jalan napas
·         Meningkatkan keadekuatan ventilasi dan perfusi jaringan untuk individu yang mengalami reaksi alergi (antigen-antibodi) berat
·         Membatasi komplikasi pada pasien yang mengalami, atau beresiko terhadap oklusi sirkulasi paru
·         Penggunaan alat buatan untuk membantu pasien bernapas
·         Memberikan oksigen dan memantau efektifitasnya
·         Meningkatkan pola pernapasan spontan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida didalam paru.

REFERENSI

Ahern, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:417
Pranata, N. P. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.